Dilema Gadget: Antara Happy dan Worry

Sabtu itu adalah hari yang sangat berkesan untuk saya. Hari yang penuh keceriaan dimana saya bisa kembali berjumpa dan berkumpul bertukar cerita dengan teman-teman seperjuangan saat masih bekerja dulu. Dan dalam keceriaan dan kebahagiaan dalam acara reuni itu saya mendapat pelajaran yang juga menjadi "wake up call" sebagai orang tua yang kadang "tertidur" dan tidak cepat tanggap dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi terutama yang berhubungan dengan anak-anak.
Ditengah keasyikan bercerita kesana kemari dengan sesama emak-emak rempong, saya tiba-tiba menjadi begitu tertarik dengan pemandangan di depan mata saya saat itu yang kemudian membawa saya kepada pemikiran-pemikiran yang sedikit banyak membuka mata saya dan membuat saya utk lebih mengawasi anak-anak saya terhadap gadget. Beberapa anak yang siang itu berkumpul di ruangan anak-anak terlihat begitu asyik dengan gadget masing-masing, entah itu bermain game atau menonton
youtube, sementara kami para ibu juga tak kalah asyik dengan perbincangan hangat pelepas rindu (ngobrolnya sambil memperhatikan Rian dan Fian yang masih tak mau jauh dari ibunya dan malah 'nemplok' dengan setia :D )
Sejenak saya termenung sendiri sambil tergelitik utk mengambil foto sebagai pelajaran utk diri saya sendiri, betapa gadget sangat berpengaruh dalam kehidupan dan dunia anak-anak masa kini yang mungkin jika dalam kondisi berkumpulnya beberapa anak sebaya seperti ini terjadi pada masa kecil saya dulu maka sudah pasti sekumpulan anak-anak ini akan terlibat dalam permainan yang melibatkan interaksi fisik dan kreatifitas bermain antar anak. Namun kenyataan jaman sekarang justru kecanggihan teknologi membawa pengaruh pada menurunnya kreatifitas anak dan sosialisasi antar anak yang terkalahkan oleh keasyikan menyelami fitur-fitur yang disediakan oleh gadget yang canggih.
Ada satu cerita teman saya yang akhirnya membuat saya terinspirasi utk menuliskan coretan ini. Teman saya yang memiliki anak laki-laki kelas 3 SD itu bercerita bahwa anak laki-lakinya pernah membawa ponsel sang ibu ke dalam kamar mandi dan kemudian diketahui bahwa ternyata waktu di dalam kamar mandi, anak tsb mengakses sebuah situs yang berisi pornografi yg sungguh tak layak utk dilihat oleh seorang anak. Bermula dari kunjungan ke warnet bersama teman-temannya, disana entah sengaja atau tidak terakseslah situs-situs yang merusak hingga hari tragedi ketahuannya curi2 lihat di dalam kamar mandi. Hal ini benar-benar membuat saya tersentak dan semakin ngeri akan bahaya gadget.
Kekhawatiran-kekhawatiran akan hal seperti inilah yang membuat saya membatasi dan ingin menjauhkan gadget dari anak-anak saya. Satu kejadian yang juga menjadikan saya terkaget-kaget dan akhirnya saya mengunci ponsel dan beberapa aplikasi di ponsel saya adalah ketika itu Rian sedang membajak ponsel saya, membuka aplikasi facebook saya dan kemudian mengetik dua buah kata yang dalam kolom pencarian menghasilkan foto-foto wanita seronok yang tak layak lihat. Saya benar-benar tidak menyangka bahwa rasa penasaran anak sulung saya yang saat itu tertarik dan penasaran dengan bagian tubuh yang namanya ketiak dan membuatnya ingin melihat di internet (kala itu Rian entah kenapa suka sekali mencoret-coret keteknya dan sering meledek jika saya memakai Tshirt dan terlihat si K. Baiklah, satu pelajaran didapat: seorang ibu haruslah tetap menjaga dan memperhatikan auratnya meskipun di dalam rumah sebagai bentuk penjagaan dan pendidikan kpd anak-anaknya utk mengajari mereka batas-batas aurat mana saja yang boleh dilihat oleh mahrom.
Tahun lalu, saya menjadi begitu latah dengan menyediakan tablet utk anak saya. Tahun itu adalah masa-masa saya mengajari Rian belajar mengenal huruf dan membaca. Saya tiba-tiba merasa terbantu dengan sebuah game edukatif yang berisi permainan huruf dan kata, yang akhirnya memudahkan Rian utk lebih memahami apa yang saya ajarkan karena di game tsb dia bermain tapi sebenarnya tanpa disadari sambil belajar hal-hal yang relevan dengan apa yang saat itu saya tengah ajarkan seperti alfabet, suku kata, berhitung dan hijaiyyah.
Dan ok... bermula dari itu maka otomatis dia minta saya utk mendownload beberapa game yang sudah saya filter sebelumnya.
Gadget itu memang membuat saya dan anak-anak happy secara sepintas. Anak-anak yang mungkin awalnya rewel ini itu minta perhatian kita, karena ada gadget dia menjadi diam dan asyik. Dan melihat ke'anteng'an anak, sebagai ibunya pun saya jadi ikut hepi bisa lanjut ngerjain kerjaan rumah tanpa gangguan sikecil.
Namun di sisi lain, ternyata gadget membawa lebih banyak hal negatif daripada hal positif yang didapatkan. Sejak anak-anak saya sibuk dengan gadgetnya, mereka menjadi malas utk mengerjakan apa yang saya mintakan tolong. Sejak mereka sibuk ngegame, mereka menjadi lebih emosional dan merespon pertanyaan atau perintah saya dengan kalimat-kalimat ketus karena merasa keasyikannya terganggu. Dan merekapun menjadi tidak tertarik dan ogah-ogahan mengerjakan hal-hal lain yang jauh lebih penting seperti hafalan juz amma, membaca iqro, membaca atau dibacakan buku, pergi ke TPA dan.. oh ya, anak-anak saya saat itu  jadi lebih sering bertengkar karena berebut jatah main tablet.
Meskipun tablet yang dimainkan tidak memiliki sambungan internet, namun saya tetap khawatir karena meskipun game-game ala anak-anak yg saya download bergambar sesuai visual anak-anak, tapi tetap saja terkadang ada selipan ads yang berisikan gambar yg tidak sesuai dan bikin gerah.
Sampai akhirnya saya dan suami saya memutuskan utk memisahkan mereka dari tablet. Kami menyimpan tablet tsb dari pandangan dan jangkauan mrereka hingga sekarang. Saat itu baru merasa agak tenang dan aman melihat mereka sudah lepas dari kegiatan ngegame. 
Sejak saat itu, rasanya berbagai pengalaman kecil dan kenyataan tidak enak yg saya dapatkan membuat saya utk tidak lagi punya alasan memberikan gadget kepada anak-anak. Sekarang mereka sama sekali tidak boleh memainkan ponsel saya kecuali saya dampingi utk sekali-kali melihat video anak-anak  dan video edukatif, juga saat menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yg berbau science (otomatis saya harus cari referensi jawaban karena saya sama sekali tidak pandai soal science hehe ) dan saya harus tau betul apa yang mereka lihat jika saya harus meninggalkan mereka utk beberapa saat. Kami juga tidak mengijinkan mereka mendekati laptop kami masing-masing  dan memasang kunci pada setiap laptop dirumah agar tidak diotak atik anak, di sisi lain kami membiarkan desktop computer yang ada utk dieksplore anak. karena komputer tidak bisa dikoneksikan dengan ponsel dan anak saya belum tau caranya menjadikannya bersambungan dengan internet.
Saya tidak ingin menyibukkan diri dengan pro dan kontra suatu hal, termasuk pro kontra gadget ini. Tapi disini saya ini mengutarakan perasaan saya sebagai orang tua yang sedang berusaha mengawasi , membatasi dan menjauhkan anak-anak saya dengan si canggih gadget beserta internet. Perasaan yang berisi kekhawatiran akan bahaya gadget dan kenyataan bahwa ada begitu banyak anak yang telah berhasil dirusak oleh si kotak bernama gadget. Bahkan beberapa hari yang lalu ada berita booming di facebook mengenai tindakan asusila kepada seorang anak perempuan dibawah umur yang pelakunya sekumpulan anak laki-laki2 yang juga dibawah umur, diantaranya berusia 5 tahun. Nyesek bacanya..5 tahun sudah menjadi pelaku pencabulan. Ya Rabb… betapa merusaknya jika anak-anak sudah berkenalan dengan teknologi tanpa pengawasan.
Bagi orang tua yang memang sejak awal tidak mengenalkan anak-anaknya dengan gadget, saya salut dan ingin bisa mencontoh mereka. Karena memang anak-anak yang kebanyakan belum bisa membedakan baik dan buruk suatu hal, mana yang layak dilihat dan mana yang sama sekali tidak boleh dilihat, secara tidak sadar bisa jadi sangat terpengaruh dengan apa yg dilihat dan akhirnya membuat pikirannya sibuk dgn hal-hal tsb sehingga melalaikan hal lain yg lebih utama. Saat anak terlihat begitu konsen dengan gadgetnya, sebenarnya justru gadget tersebut malah membuat konsentrasi anak menurun, karena disaat anak terlalu sering bermain gadget, otak anak akan kebanjiran berbagai macam informasi baik itu suara ataupun gambar sementara otak anak masih sangat terbatas dalam menyerap berbagai informasi yg masuk tsb. Maka terjadilah distraksi dimana otak tidak mampu lagi berpikir dan berkonsentrasi.
Apalagi untuk anak2 yang sudah bisa menulis akan semakin penasaran dengan berbagai hal yang ada di pikirannya dan mencari jawabannya dengan mengetik sendiri di google atau youtube, dan jika pengawasan orang tua nihil, maka saat itu juga berbagai informasi entah itu positif atau negatif serta visualisasinya telah terbuka lebar didepan mata anak utk diakses dan memuaskan rasa penasarannya.
Bagi orang tua yang sampai saat ini membiarkan dan menyediakan fasilitas-fasilitas canggih seperti itu, sayapun menghargai pilihan mereka. Namun sebaiknya orang tua hadir dan selalu ada utk mengawasi penggunaan gadget dan membatasi waktunya. Agar jangan sampai anak-anak yang seharusnya sedang dalam masa mendapatkan stimulasi motorik dan pengembangan kemampuan dasar malah habis waktu utk bermain game.
Tapi herannya, saya malah mendengarkan beberapa keluhan dari ibu teman anak saya di sekolah yang memberikan gadget kepada anaknya, mengeluhkan hal-hal negatif sang anak sejak berkenalan dengan gadget, namun justru membiarkan keadaan tsb dan mengijinkan sang anak menikmati waktunya utk bermain game. Semoga para orang tua lainnya yang mengijinkan anak-anak mereka bersahabat dengan gadget, para ayah dan ibu tsb telah mengetahui dan memiliki cara utk menangkal dampak negatif dari gadget sehingga anak-anak mereka tetap aman dan berkelakuan baik.
Dan untuk saya sendiri, melihat hasil yang diberikan oleh gadget kepada anak sulung saya membawa pelajaran dan pengalaman tersendiri utk saya agar lebih berhati-hati menjauhkan dan mengawasi anak kedua saya (dan semoga ada anak ketiga dan keempat hehe ) agar tidak sampai kecolongan seperti yang telah terjadi pada Rian. Tak lupa,doa ibu sangat penting agar anak-anak terlindungi dari fitnah dunia dan terhindar dari pergaulan buruk di dunia. 
Semoga Alloh selalu menjaga anak-anak kita dari fitnah dunia, menjauhkan mereka dari pergaulan dan teman-teman buruk di dunia. Aamin... 
*) curcol seorang ibu yang selalu khawatir dengan pergaulan dan penglihatan anak-anak sementara belum bisa sepenuhnya menstrerilkan teknologi beserta efeknya dari dalam rumah 

No comments: