Wanita yang Terlihat Lemah dan Single Parent yang Tangguh

Siang itu seperti biasanya saya menunggu di depan gerbang sekolah - tempat dimana anak sulung kami menimba ilmu-  sambil mata tak lepas dari halaman sekolah tempat dimana biasanya si sulung terlihat dari kejauhan dan selanjutnya tersenyum dan berlari kecil menghampiri kami (saya dan Fian) yang sedang menunggunya sambil duduk diatas motor. Hari itu anak-anak kelas 1B lebih lama keluar daripada biasanya. Mungkin ada beberapa anak yang belum selesai mengerjakan tugas, pikir saya.

Tak lama, sapaan ringan dan senyuman khas yang sudah saya kenal membawa kami ke obrolan ringan yang membawa berjuta hikmah untuk saya.
Saya mengenalnya ketika aktivitas sebagai petugas antar jemput anak dimulai. Pertemuan yang hanya sepintas lalu namun selalu membawa semangat tersendiri untuk saya.



Wanita itu, wanita paruh baya yang dari luar saja terlihat memiliki antusiasme dan optimisme yang tinggi, wanita yang seperti kebanyakan wanita lainnya,wanita yang bahagia,  berpenampilan anggun dan keibuan. Namun baru akhir-akhir ini saya tau bahwa wanita tersebut adalah seorang single parent yang harus berpisah dengan suaminya karena maut. Dan darinyalah, diri ini medapat pelajaran yang sangat berarti.

Percakapan siang itu...

"Sejak suami saya meninggal, saya tidak ada keinginan untuk ber rumah tangga lagi, karena saya memikirkan anak-anak saya, belum tentu mereka mau menerima atau bahkan membenci saya jika saya menikah lagi,  sementara nanti saat saya tua, merekalah harapan saya..." jawabnya dengan penuh keyakinan dan senyuman yg selalu menghiasi wajahnya.
Saya terhenyak mendengar jawabannya, sambil mengira-ira apakah saya salah menanyakan perihal ini ya.. takutnya ini terlalu private utk diceritakan, namun tak ada nada dan mimik kesal sama sekali yang ditampakkannya kepada saya.

"Hidup itu.. kalau dibuat beban ya memang jadi beban beneran... jadi dibawa santai dan jalani saja.." , lanjutnya dengan mata menerawang dan tak lupa, senyum khasnya. Kali ini saya menanyakan perihal kesulitan menjadi single parent. - Duh, jadi berasa kayak wartawan aja..  -

"Dulu saya pernah bekerja di sebuah perusahaan, namun akhirnya saya tinggalkan karena saya tidak mungkin meninggalkan anak-anak saya sendirian saat saya mendapat shift kerja malam. Setelah itu saya cari kerja apa saja yang penting saya bisa membawa anak saya ke tempat kerja. Jadi buruh cuci pun saya lakukan mbak, yang penting ada uang masuk. Dan sekarang, saya jualan apa saja, ya tas, ya baju anak (punya temannya), ya T*******e dan lain-lain",  kisahnya dengan mata berbinar.
Lagi lagi saya terhenyak dengan jawabannya, sampai sampai sayapun kemudian asyik sendiri dengan apa yg ada di pikiran saya, bahwa menjadi single parent itu sungguh bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan keberanian,  ketabahan, ketegaran, kesabaran, keikhlasan, kekuatan dan keyakinan utk menghadapi segala kesulitan yg harus dihadapi seorang diri dan tak jarang menghadapi cemoohan dan pandangan negatif sebagian orang terhadap para wanita yg sudah tak bersuami.

Wanita ini benar-benar sosok yang sangat inspiratif untuk saya. Di usia yang memasuki kepala 4 namun masih memiliki semangat dan motivasi hidup yang luar biasa.
Seorang wanita sederhana yang terlihat lemah namun mampu membiayai kedua anaknya dengan kerja kerasnya dan tanpa meminta-minta (anak sulung beliau kini sedang kuliah di sebuah kota di pulau Jawa). Wanita yang berjuang keras menyekolahkan dan menghidupi kedua anaknya  dengan segala keterbatasannya agar mampu bertahan dalam kerasnya ritme kehidupan kota Batam yang hedonis, yang bisa saja dalam kondisi serba terbatas itu melakukan hal-hal terlarang namun beliau tetap teguh menjaga iffahnya, agamanya dan hak anak-anaknya. Wanita yang terlihat lemah, namun dibalik kelemahannya ada kekuatan dan ketegaran yang begitu besar yang bahkan mungkin tidak dimiliki oleh seorang laki-laki yang juga berstatus single parent.

Dan beliau bukanlah satu-satunya wanita single parent yang tangguh itu. Qoddarullah (bukan kebetulan) saya memiliki beberapa teman yang juga menjadi single parent dan juga super woman bagi anak-anaknya, entah itu karena perceraian ataukah karena kematian.
Dan begitulah kenyataannya, ada begitu banyak wanita-wanita lemah diluar sana yang kemudian menjelma menjadi sosok single parent yg luar biasa tangguh, yang berhasil mendidik dan menghidupi anak-anaknya, yang berhasil bangkit dan berdiri dengan membawa beban di pundaknya, yang dengan perjuangan single fighting yang tak menguras keringat dan air mata, yang sekaligus bisa menghadirkan kehangatan sosok seorang ayah kepada anak-anaknya meskipun sebenarnya figur seorang ayah itu takkan bisa tergantikan dengan sempurna oleh sang ibu.

Wanita yang menjadi single parent adalah wanita kuat yang rela berkorban demi anak-anaknya, yang berani dan rela mengesampingkan kebutuhannya dan harus memikirkan serta berusaha bagaimana caranya agar diri dan anaknya tetap dapat hidup layak tanpa menghinakan diri kepada manusia.
Wanita yang diciptakan memiliki kelemahan sebagai fitrahnya wanita, namun dalam kondisi ini mereka harus menepis segala rasa lemah dan manja dan berubah menjadi sosok orang tua yang tegar dan kuat yang siap mencukupi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya.
Wanita single parent itu wanita kuat yang harus berjuang sendiri, memikirkan segalanya sendiri sementara ujian yang berat ini terkadang memerlukan tempat untuk bernaung dan menyandarkan penat sejenak, namun lagi-lagi dia harus berkorban dengan menahan rasa dan asa utk memiliki pendamping hidup karena anak-anaknya belum tentu dan bahkan takkan bisa menerima orang asing yang datang memasuki kehidupan mereka untuk kemudian menjadi pengganti ayah kandung mereka.
Wanita single parent juga sebagaimana lazimnya wanita yang diciptakan mudah berkeluh kesah, namun keadaan membuatnya dan menempanya menjadi sosok yang tak mengenal lelah karena didepan mata ada anak-anak yang setia menantinya sebagai seorang ibu yang penuh kelembutan dan kasih sayang, dan juga sebagai seorang ayah yang bisa mengayomi, melindungi dan memberi berbagai materi yang diperlukan anak-anaknya untuk bisa bertahan hidup.

Mengingat para single fighter mom (entah kenapa saya lebih suka istilah single parent daripada janda) ini selalu membuat saya salut dan terharu. Karena menjadi single kembali bukanlah suatu kebetulan, namun menjadi single parent itu sudah menjadi takdir untuk diyakini dan dijalani.

Para wanita single parent itu kini tak lagi menjadi wanita lemah, namun mereka adalah wanita yang tangguh, yang kebanyakan dari mereka bisa dan bertahan hidup dalam "kesendirian" sampai maut menjemput. Berbeda dengan laki-laki single parent dimana kebanyakan dari mereka akan segera atau yah... mungkin perlu beberapa lama utk mencari pengganti isterinya dan ibu bagi anak-anaknya.
Dan wanita tangguh itu (baca: janda) ternyata jumlahnya lebih banyak daripada laki-laki single fighter (baca: duda). Kenapa? Karena pada dasarnya, wanita adalah sosok yang melayani namun memiliki semangat hidup yang tinggi, sementara laki-laki adalah sosok yang dilayani yang jika kehilangan orang yang melayani maka akan kehilangan sebagian kesempurnaan hidup. Maka tak heran jika seorang laki-laki single parent (baca: duda) akan segera memikirkan untuk mencari sosok ibu baru bagi buah hatinya.

Mungkin nanti, anak2 saya juga akan diasuh oleh seorang single parent,  entah saya ataupun suami saya yg duluan berpulang. Dan mungkin nanti,  rasa lemah dan ingin dimanja ini berubah menjadi rasa tak kenal putus asa sebagaimaa yamg ibu itu alami.

Untuk kita yang masih ditemani suami di sisi,  bersyukurlah dan nikmatilah waktu-waktu sekarang ini. Karena entah kapan,  kebersamaan ini harus terhenti.
Bersyukurlah karena masih memiliki teman berbagi duka dan asa,  meskipun teman hidupmu sering membawa noda dan luka. Karena ada saatnya, bisa jadi nanti kita merindukan segala hal yang kita keluhkan hari ini, namun yang saat itu kita bisa hanyalah mengenangnya dan menyesali setiap masa yg dilewati dgn kekesalan kepadanya .

@ Batam,  di suatu sore yang membuatku urung utk mengeluh

No comments: